Mendapatkan rezeki barokah yang terus tumbuh mungkin adalah impian dan harapan semua orang. Sebab jika pendapatan kita bertambah setiap tahunnya hanya 5% saja, maka mungkin kita belum bisa menyisihkan uang untuk berinvestasi dihari tua. Dan iu artinya, kita bisa mengalami kenestapaan saat kelak kita sudah pensiun dari kerja.
Pada sisi lain, harga tanah dan rumah semakin melesat. Tanpa pertumbuhan rezeki yang signifikan, banyak pasangan muda yang tidak akan sanggup untuk membeli rumah, dan kena sindrom MTMM+SM = Mangan Turu Melo Morotuo, Sampe Mati. Sindrom baru nih.. Waspada!!!
Pertanyaannya adalah kenapa sebagian besar orang pertumbuhan penghasilannya stagnan, dan tak kunjung bisa makmur? Kita akan melacaknya di pagi hari ini dengan alunan musik yang isinya gk sinkron sama apa yang akan kita bahas. Hahaha
Sejatinya ada sejumlah faktor yang mungkin bisa menjelaskan kenapa sebagian besar tidak bisa kaya hingga akhir hayatnya. Namun disini, kita hanya ingin melacak 5 alasan fundamental yang layak dikenang.
1. Pessimism. Ini soal mindset, soal kepercayaan yang bersemayam dalam alam bawah sadar. Sering, tanpa sadar banyak orang yang memiliki kilatan pesimisme dalam hatinya.
Waduh biaya hidup kok mahal ya. Hidup kok makin susah ya. Ah, saya tidak mungkin jadi direktur. Saya tidak punya bakat untuk jadi pengusaha sukses. Aduh, jangan-jangan saya tidak akan bisa beli rumah sampai pensiun nanti. Waduh, mau mulai usaha nanti laku nggak ya?.
Rentetan "Negative Self Talk" seperti diatas mungkin kadang terlintas dalam hati. Inilah Serangkain sugesti negatif yang acap membentuk bayang-bayang pesimisme dalam jiwa.
And you know what? Energi negatif tersebut akan diserap oleh alam semesta dan kemudian dibalikkan kepada raga anda untuk menjadi KENYATAAN.
Disini berlaku prinsip Law Of Attraction : what you think is what you get.
Self talk negatif yang anda pikirkan, akan mengembang, dan somehow benar-benar bisa menjadi fakta yang terasa begitu pahit.
2. Bad Learning Spirit. Perjalanan panjang untuk mengubah nasib sungguh tak mudah dijalani. Melelahkan, dan butuh "kecerdasan jalanan" yang membahana. Dan karena itu, Learnign spirit mesti terus dikibarkan.
Sayangnya, banyak orang yang tidak "panjang akal". Banyak orang yang tidak punya resourcefulness (punya kemandirian untuk belajar dan mencari solusi hingga tuntas, dan bukan manja, terus bertanya, dan malas mencari solusi secara madiri). Inginnya terus dibimbing seperti anak SD. Tidak punya inisiatif untuk belajar secara mandiri, dan menemukan solusi yang aplikabel.
Perjalanan mengubah nasib dan level kemakmuran pasti akan nyungsep saat self-learning spirit dan resourcefulness itu lenyap dari raga kita.
3. No Action Talk Only. NATO. Ini nih orang yang terlalu banyak celoteh, so keminter, namun ndak jalan-jalan. Kapan sugihe le, nej sampeyan ndobos tok. Ndak pernah Action.
Saya punya teman yang memiliki karakter NATO ini (yang ini saya tidak sekedar copas loh bang Yudhia (Pemilik Blog dan Artikel ini) :D, disini juga ada yang punya karakter yang begituan, contohnya saya. hahaha, tapi yang di bawah ini pakai cerita temennya bang Yudhia aja. hehehe :D). Setiap kali ketemu, bicara panjang lebar tentang rencananya, mau melakukan ini, dan itu, serta blah blah blah lainnya.
Bulan depan ketika ketemu, dia ya masih ngomong hal yang sama. Dan yang keren, hampir semua rencananya itu belum ada yang dijalankan. Ini seperti orang yang delusional. Senenge ngelamun thok.
Atau ada juga orang yang memang ingin berubah. Semua rencananya dipendam dalam hati (baguslah, orang ini tidak banyak omong)
Namun hasilnya ternyata sama: apa yang dipendam dalam hati itu, terus saja dipendam samapi rambutnya ubanan. Alias no action juga.
Mungkin orang itu malas. Mungkin orang itu suka menunda-nunda. tunda terus aja sampe sampeyan pensiun mas. Baru setelah pensiun, kaget, lho kok tabungan ku ndak cukup untuk hidup. Moydar kon.
4. Low Resiliency. Oke, akhirnya mungkin orang itu sudah mau bergerak. Akhirnya mau take action. Namun sayangnya kurang gigih. Low level of resiliency. Begitu menghadapi problem, langsung menyerah. langsung bubar jalan.
Padahal puluhan studi tentang perubahan nasib manusia, menulis: elemen paling kunci dalam perjuangan mengubah level penghasilan itu adalah resiliensi, daya juang, keuletan dan kegigihan.
Sebab narasi kesuksesan itu acap ditentukan oleh sejauh mana kamu bisa terus berjalan saat cobaan demi cobaan datang menghadang. Saat kamu bisa bangun 9 kali, ketika kamu menemui kegagalan 8 kali.
5. PELIT. Elemen terakhir ini simpel, dan berurusan dengan dimensi spiritualitas. Alasan terakhir ini layak kita sebut karena bersifat anti-tesa dengan ajaran klasik yang bunyinya seperti ini: The more you give, the more you get. Semakin banyak anda memberi, Anda justru akan semakin kaya.
Jalan keberkahan mungkin bisa terus terbuka, saat kita tekun memberi (memberi sedekah senyuman, sedekah ilmu, sedekah materi, atau juga sedekah kebaikan yang terus mengalir).
Saat kita punya keihklasan untuk berbagi kebaikan, mungkin pintu rezeki akan selalu datang dari arah yang tak terduga-duga,
Demikianlah, lima reason kunci yang layak dikenang kenapa kita stuck dalam jalan hidup yang serba pas-pasan. Selamat bekerja teman. Selamat berbagi kebaikan demi keberkahan bersama.
Sumber: http://strategimanajemen.net/2015/03/09/5-alasan-kenapa-sebagian-besar-orang-penghasilannya-tetap-kecil-hingga-akhir-hayatnya/
Mendapatkan
rezeki barokah yang terus tumbuh mungkin harapan banyak orang. Sebab
jika income kita hanya tumbuh 5% per tahun, kita mungkin tidak akan bisa
menyisihkan uang untuk investasi. Dan itu artinya, kita bisa mengalami
kenestapaan saat kelak kita sudah pensiun dari kerja.
Pada sisi lain, harga tanah dan rumah kian melesat. Tanpa pertumbuhan rezeki yang signifikan, banyak pasangan muda yang tidak akan sanggup beli rumah, dan terkena sindrom MTMM + SM = mangan turu melu morotuo, sampe mati.
Pertanyaannya adalah ini : kenapa sebagian besar orang pertumbuhan penghasilannya stagnan, dan tak kunjung bisa makmur? Kita akan melacaknya di pagi hari ini, sambil ditemani secangkir kopi hangat.
Sejatinya ada sejumlah faktor yang mungkin bisa menjelaskan kenapa sebagian besar tidak bisa kaya hingga akhir hayatnya. Namun disini, kita hanya ingin melacak 5 alasan fundamental yang layak dikenang.
Reason # 1 : Pessimism. Ini soal mindset, soal belief yang bersemayam dalam alam bawah sadar. Sering, tanpa sadar banyak orang yang memiliki kilatan pesimisme dalam hatinya.
Waduh biaya hidup kok makin mahal ya. Hidup kok makin susah ya. Ah, saya pasti tidak mungkin jadi direktur. Saya tidak punya bakat untuk jadi pengusaha sukses. Aduh, jangan-jangan saya tidak akan bisa beli rumah sampai pensiun nanti.
Rentetan “negative self talk” seperti diatas mungkin kadang berkelebat dalam hati. Inilah serangkaian sugesti negatif yang acap membentuk bayang-bayang pesimisme dalam jiwa.
And you know what? Energi negatif seperti itu akan diserap oleh Alam Semesta dan kemudian dibalikkan kepada raga Anda untuk menjadi KENYATAAN.
Disini berlaku prinsip Law Of Attraction : what you think is what you get.
Self talk negatif yang Anda pikirkan, akan mengembang, dan somehow benar-benar bisa menjadi fakta yang terasa begitu pahit.
Reason # 2 : Bad Learning Spirit. Perjalanan panjang untuk mengubah nasib sungguh tak mudah dijalani. Melelahkan, dan butuh “kecerdasan jalanan” (street smart) yang membahana. Dan karena itu, learning spirit mesti terus dikibarkan.
Sayangnya, banyak orang yang tidak “panjang akal”. Banyak orang yang tidak punya resourfulness (punya kemandirian untuk belajar dan mencari solusi hingga tuntas, dan bukan manja, terus bertanya, dan malas mencari solusi secara mandiri). Inginnya terus dibimbing seperti anak SD. Tidak punya inisiatif untuk belajar secara mandiri, dan menemukan solusi yang aplikabel.
Perjalanan mengubah nasib dan level kemakmuran pasti akan nyungsep saat self-learning spirit dan resourcefulness itu lenyap dari raga kita.
Reason # 3 : No Action Talk Only. NATO. Ini nih orang yang terlalu banyak celoteh, so keminter, namun ndak jalan-jalan. Kapan sugihe Le, nek sampeyan ndobos thok. Ndak pernah action.
Saya punya teman yang memiliki karakter NATO ini. Setiap kali ketemu, bicara panjang lebar tentang rencananya, mau melakukan ini, dan itu, serta blah blah lainnya.
Bulan depan ketika ketemu, dia ya masih ngomong hal yang sama. Dan yang keren, hampir semua rencananya itu belum ada yang dijalankan. Ini seperti orang delusional. Senenge ngalamun thok.
Atau ada juga orang yang memang ingin berubah. Semua rencananya dipendam dalam hati (baguslah, orang ini tidak banyak omong).
Namun hasilnya ternyata sama : apa yang dipendam dalam hati itu, terus saja dipendam sampai rambutnya ubanan. Alias no action juga.
Mungkin orang itu malas. Mungkin orang itu suka menunda-nunda. Tunda terus saja sampai sampeyan pensiun mas. Baru setelah pensiun, kaget, lho kok tabunganku ndak cukup untuk hidup. Modyar kon.
Reason # 4 : Low Resiliency. Oke, akhirnya mungkin orang itu sudah mau bergerak. Akhirnya mau take action. Namun sayangnya, kurang gigih. Low level of resiliency. Begitu menghadapi problem, langsung menyerah. Langsung bubar jalan. Atau ngambek.
Padahal puluhan studi tentang perubahan nasib manusia, menulis : elemen paling kunci dalam perjuangan mengubah level penghasilan itu adalah resiliensi, daya juang, keuletan dan kegigihan.
Sebab narasi kesuksesan itu acap ditentukan, oleh sejauh mana kamu bisa terus berjalan saat cobaan demi cobaan datang menghadang. Saat kamu bisa bangun 9 kali, ketika kamu menemui kegagalan 8 kali.
Reason # 5 : PELIT. Elemen terakhir ini simpel, dan berurusan dengan dimensi spiritualitas.
Alasan terakhir ini layak kita sebut, karena bersifat anti-tesa dengan ajaran klasik yang bunyinya seperti ini : The more you give, the more you get. Semakin banyak Anda memberi, Anda justu akan semakin kaya.
Jalan keberkahan mungkin bisa terus terbuka, saat kita tekun memberi (memberi sedekah senyuman, sedekah ilmu, sedekah materi, atau juga sedekah kebaikan yang terus mengalir).
Saat kita punya keikhlasan untuk berbagi kebaikan, mungkin pintu rezeki akan selalu datang dari arah yang tak terduga-duga.
DEMIKIANLAH, lima reason kunci yang layak dikenang kenapa kita stuck dalam jalan hidup yang serba pas-pasan. Lima elemen itu adalah : 1) jiwa yang pesimis 2) learning spirit yang buruk, 3) no action talk only 4) low resiliency dan 5) PELIT.
- See more at: http://strategimanajemen.net/2015/03/09/5-alasan-kenapa-sebagian-besar-orang-penghasilannya-tetap-kecil-hingga-akhir-hayatnya/#sthash.8NPqrjjp.dpuf
Pada sisi lain, harga tanah dan rumah kian melesat. Tanpa pertumbuhan rezeki yang signifikan, banyak pasangan muda yang tidak akan sanggup beli rumah, dan terkena sindrom MTMM + SM = mangan turu melu morotuo, sampe mati.
Pertanyaannya adalah ini : kenapa sebagian besar orang pertumbuhan penghasilannya stagnan, dan tak kunjung bisa makmur? Kita akan melacaknya di pagi hari ini, sambil ditemani secangkir kopi hangat.
Sejatinya ada sejumlah faktor yang mungkin bisa menjelaskan kenapa sebagian besar tidak bisa kaya hingga akhir hayatnya. Namun disini, kita hanya ingin melacak 5 alasan fundamental yang layak dikenang.
Reason # 1 : Pessimism. Ini soal mindset, soal belief yang bersemayam dalam alam bawah sadar. Sering, tanpa sadar banyak orang yang memiliki kilatan pesimisme dalam hatinya.
Waduh biaya hidup kok makin mahal ya. Hidup kok makin susah ya. Ah, saya pasti tidak mungkin jadi direktur. Saya tidak punya bakat untuk jadi pengusaha sukses. Aduh, jangan-jangan saya tidak akan bisa beli rumah sampai pensiun nanti.
Rentetan “negative self talk” seperti diatas mungkin kadang berkelebat dalam hati. Inilah serangkaian sugesti negatif yang acap membentuk bayang-bayang pesimisme dalam jiwa.
And you know what? Energi negatif seperti itu akan diserap oleh Alam Semesta dan kemudian dibalikkan kepada raga Anda untuk menjadi KENYATAAN.
Disini berlaku prinsip Law Of Attraction : what you think is what you get.
Self talk negatif yang Anda pikirkan, akan mengembang, dan somehow benar-benar bisa menjadi fakta yang terasa begitu pahit.
Reason # 2 : Bad Learning Spirit. Perjalanan panjang untuk mengubah nasib sungguh tak mudah dijalani. Melelahkan, dan butuh “kecerdasan jalanan” (street smart) yang membahana. Dan karena itu, learning spirit mesti terus dikibarkan.
Sayangnya, banyak orang yang tidak “panjang akal”. Banyak orang yang tidak punya resourfulness (punya kemandirian untuk belajar dan mencari solusi hingga tuntas, dan bukan manja, terus bertanya, dan malas mencari solusi secara mandiri). Inginnya terus dibimbing seperti anak SD. Tidak punya inisiatif untuk belajar secara mandiri, dan menemukan solusi yang aplikabel.
Perjalanan mengubah nasib dan level kemakmuran pasti akan nyungsep saat self-learning spirit dan resourcefulness itu lenyap dari raga kita.
Reason # 3 : No Action Talk Only. NATO. Ini nih orang yang terlalu banyak celoteh, so keminter, namun ndak jalan-jalan. Kapan sugihe Le, nek sampeyan ndobos thok. Ndak pernah action.
Saya punya teman yang memiliki karakter NATO ini. Setiap kali ketemu, bicara panjang lebar tentang rencananya, mau melakukan ini, dan itu, serta blah blah lainnya.
Bulan depan ketika ketemu, dia ya masih ngomong hal yang sama. Dan yang keren, hampir semua rencananya itu belum ada yang dijalankan. Ini seperti orang delusional. Senenge ngalamun thok.
Atau ada juga orang yang memang ingin berubah. Semua rencananya dipendam dalam hati (baguslah, orang ini tidak banyak omong).
Namun hasilnya ternyata sama : apa yang dipendam dalam hati itu, terus saja dipendam sampai rambutnya ubanan. Alias no action juga.
Mungkin orang itu malas. Mungkin orang itu suka menunda-nunda. Tunda terus saja sampai sampeyan pensiun mas. Baru setelah pensiun, kaget, lho kok tabunganku ndak cukup untuk hidup. Modyar kon.
Reason # 4 : Low Resiliency. Oke, akhirnya mungkin orang itu sudah mau bergerak. Akhirnya mau take action. Namun sayangnya, kurang gigih. Low level of resiliency. Begitu menghadapi problem, langsung menyerah. Langsung bubar jalan. Atau ngambek.
Padahal puluhan studi tentang perubahan nasib manusia, menulis : elemen paling kunci dalam perjuangan mengubah level penghasilan itu adalah resiliensi, daya juang, keuletan dan kegigihan.
Sebab narasi kesuksesan itu acap ditentukan, oleh sejauh mana kamu bisa terus berjalan saat cobaan demi cobaan datang menghadang. Saat kamu bisa bangun 9 kali, ketika kamu menemui kegagalan 8 kali.
Reason # 5 : PELIT. Elemen terakhir ini simpel, dan berurusan dengan dimensi spiritualitas.
Alasan terakhir ini layak kita sebut, karena bersifat anti-tesa dengan ajaran klasik yang bunyinya seperti ini : The more you give, the more you get. Semakin banyak Anda memberi, Anda justu akan semakin kaya.
Jalan keberkahan mungkin bisa terus terbuka, saat kita tekun memberi (memberi sedekah senyuman, sedekah ilmu, sedekah materi, atau juga sedekah kebaikan yang terus mengalir).
Saat kita punya keikhlasan untuk berbagi kebaikan, mungkin pintu rezeki akan selalu datang dari arah yang tak terduga-duga.
DEMIKIANLAH, lima reason kunci yang layak dikenang kenapa kita stuck dalam jalan hidup yang serba pas-pasan. Lima elemen itu adalah : 1) jiwa yang pesimis 2) learning spirit yang buruk, 3) no action talk only 4) low resiliency dan 5) PELIT.
- See more at: http://strategimanajemen.net/2015/03/09/5-alasan-kenapa-sebagian-besar-orang-penghasilannya-tetap-kecil-hingga-akhir-hayatnya/#sthash.8NPqrjjp.dpuf
Mendapatkan
rezeki barokah yang terus tumbuh mungkin harapan banyak orang. Sebab
jika income kita hanya tumbuh 5% per tahun, kita mungkin tidak akan bisa
menyisihkan uang untuk investasi. Dan itu artinya, kita bisa mengalami
kenestapaan saat kelak kita sudah pensiun dari kerja.
Pada sisi lain, harga tanah dan rumah kian melesat. Tanpa pertumbuhan rezeki yang signifikan, banyak pasangan muda yang tidak akan sanggup beli rumah, dan terkena sindrom MTMM + SM = mangan turu melu morotuo, sampe mati.
Pertanyaannya adalah ini : kenapa sebagian besar orang pertumbuhan penghasilannya stagnan, dan tak kunjung bisa makmur? Kita akan melacaknya di pagi hari ini, sambil ditemani secangkir kopi hangat.
Sejatinya ada sejumlah faktor yang mungkin bisa menjelaskan kenapa sebagian besar tidak bisa kaya hingga akhir hayatnya. Namun disini, kita hanya ingin melacak 5 alasan fundamental yang layak dikenang.
Reason # 1 : Pessimism. Ini soal mindset, soal belief yang bersemayam dalam alam bawah sadar. Sering, tanpa sadar banyak orang yang memiliki kilatan pesimisme dalam hatinya.
Waduh biaya hidup kok makin mahal ya. Hidup kok makin susah ya. Ah, saya pasti tidak mungkin jadi direktur. Saya tidak punya bakat untuk jadi pengusaha sukses. Aduh, jangan-jangan saya tidak akan bisa beli rumah sampai pensiun nanti.
Rentetan “negative self talk” seperti diatas mungkin kadang berkelebat dalam hati. Inilah serangkaian sugesti negatif yang acap membentuk bayang-bayang pesimisme dalam jiwa.
And you know what? Energi negatif seperti itu akan diserap oleh Alam Semesta dan kemudian dibalikkan kepada raga Anda untuk menjadi KENYATAAN.
Disini berlaku prinsip Law Of Attraction : what you think is what you get.
Self talk negatif yang Anda pikirkan, akan mengembang, dan somehow benar-benar bisa menjadi fakta yang terasa begitu pahit.
Reason # 2 : Bad Learning Spirit. Perjalanan panjang untuk mengubah nasib sungguh tak mudah dijalani. Melelahkan, dan butuh “kecerdasan jalanan” (street smart) yang membahana. Dan karena itu, learning spirit mesti terus dikibarkan.
Sayangnya, banyak orang yang tidak “panjang akal”. Banyak orang yang tidak punya resourfulness (punya kemandirian untuk belajar dan mencari solusi hingga tuntas, dan bukan manja, terus bertanya, dan malas mencari solusi secara mandiri). Inginnya terus dibimbing seperti anak SD. Tidak punya inisiatif untuk belajar secara mandiri, dan menemukan solusi yang aplikabel.
Perjalanan mengubah nasib dan level kemakmuran pasti akan nyungsep saat self-learning spirit dan resourcefulness itu lenyap dari raga kita.
Reason # 3 : No Action Talk Only. NATO. Ini nih orang yang terlalu banyak celoteh, so keminter, namun ndak jalan-jalan. Kapan sugihe Le, nek sampeyan ndobos thok. Ndak pernah action.
Saya punya teman yang memiliki karakter NATO ini. Setiap kali ketemu, bicara panjang lebar tentang rencananya, mau melakukan ini, dan itu, serta blah blah lainnya.
Bulan depan ketika ketemu, dia ya masih ngomong hal yang sama. Dan yang keren, hampir semua rencananya itu belum ada yang dijalankan. Ini seperti orang delusional. Senenge ngalamun thok.
Atau ada juga orang yang memang ingin berubah. Semua rencananya dipendam dalam hati (baguslah, orang ini tidak banyak omong).
Namun hasilnya ternyata sama : apa yang dipendam dalam hati itu, terus saja dipendam sampai rambutnya ubanan. Alias no action juga.
Mungkin orang itu malas. Mungkin orang itu suka menunda-nunda. Tunda terus saja sampai sampeyan pensiun mas. Baru setelah pensiun, kaget, lho kok tabunganku ndak cukup untuk hidup. Modyar kon.
Reason # 4 : Low Resiliency. Oke, akhirnya mungkin orang itu sudah mau bergerak. Akhirnya mau take action. Namun sayangnya, kurang gigih. Low level of resiliency. Begitu menghadapi problem, langsung menyerah. Langsung bubar jalan. Atau ngambek.
Padahal puluhan studi tentang perubahan nasib manusia, menulis : elemen paling kunci dalam perjuangan mengubah level penghasilan itu adalah resiliensi, daya juang, keuletan dan kegigihan.
Sebab narasi kesuksesan itu acap ditentukan, oleh sejauh mana kamu bisa terus berjalan saat cobaan demi cobaan datang menghadang. Saat kamu bisa bangun 9 kali, ketika kamu menemui kegagalan 8 kali.
Reason # 5 : PELIT. Elemen terakhir ini simpel, dan berurusan dengan dimensi spiritualitas.
Alasan terakhir ini layak kita sebut, karena bersifat anti-tesa dengan ajaran klasik yang bunyinya seperti ini : The more you give, the more you get. Semakin banyak Anda memberi, Anda justu akan semakin kaya.
Jalan keberkahan mungkin bisa terus terbuka, saat kita tekun memberi (memberi sedekah senyuman, sedekah ilmu, sedekah materi, atau juga sedekah kebaikan yang terus mengalir).
Saat kita punya keikhlasan untuk berbagi kebaikan, mungkin pintu rezeki akan selalu datang dari arah yang tak terduga-duga.
DEMIKIANLAH, lima reason kunci yang layak dikenang kenapa kita stuck dalam jalan hidup yang serba pas-pasan. Lima elemen itu adalah : 1) jiwa yang pesimis 2) learning spirit yang buruk, 3) no action talk only 4) low resiliency dan 5) PELIT.
- See more at: http://strategimanajemen.net/2015/03/09/5-alasan-kenapa-sebagian-besar-orang-penghasilannya-tetap-kecil-hingga-akhir-hayatnya/#sthash.8NPqrjjp.dpuf
Pada sisi lain, harga tanah dan rumah kian melesat. Tanpa pertumbuhan rezeki yang signifikan, banyak pasangan muda yang tidak akan sanggup beli rumah, dan terkena sindrom MTMM + SM = mangan turu melu morotuo, sampe mati.
Pertanyaannya adalah ini : kenapa sebagian besar orang pertumbuhan penghasilannya stagnan, dan tak kunjung bisa makmur? Kita akan melacaknya di pagi hari ini, sambil ditemani secangkir kopi hangat.
Sejatinya ada sejumlah faktor yang mungkin bisa menjelaskan kenapa sebagian besar tidak bisa kaya hingga akhir hayatnya. Namun disini, kita hanya ingin melacak 5 alasan fundamental yang layak dikenang.
Reason # 1 : Pessimism. Ini soal mindset, soal belief yang bersemayam dalam alam bawah sadar. Sering, tanpa sadar banyak orang yang memiliki kilatan pesimisme dalam hatinya.
Waduh biaya hidup kok makin mahal ya. Hidup kok makin susah ya. Ah, saya pasti tidak mungkin jadi direktur. Saya tidak punya bakat untuk jadi pengusaha sukses. Aduh, jangan-jangan saya tidak akan bisa beli rumah sampai pensiun nanti.
Rentetan “negative self talk” seperti diatas mungkin kadang berkelebat dalam hati. Inilah serangkaian sugesti negatif yang acap membentuk bayang-bayang pesimisme dalam jiwa.
And you know what? Energi negatif seperti itu akan diserap oleh Alam Semesta dan kemudian dibalikkan kepada raga Anda untuk menjadi KENYATAAN.
Disini berlaku prinsip Law Of Attraction : what you think is what you get.
Self talk negatif yang Anda pikirkan, akan mengembang, dan somehow benar-benar bisa menjadi fakta yang terasa begitu pahit.
Reason # 2 : Bad Learning Spirit. Perjalanan panjang untuk mengubah nasib sungguh tak mudah dijalani. Melelahkan, dan butuh “kecerdasan jalanan” (street smart) yang membahana. Dan karena itu, learning spirit mesti terus dikibarkan.
Sayangnya, banyak orang yang tidak “panjang akal”. Banyak orang yang tidak punya resourfulness (punya kemandirian untuk belajar dan mencari solusi hingga tuntas, dan bukan manja, terus bertanya, dan malas mencari solusi secara mandiri). Inginnya terus dibimbing seperti anak SD. Tidak punya inisiatif untuk belajar secara mandiri, dan menemukan solusi yang aplikabel.
Perjalanan mengubah nasib dan level kemakmuran pasti akan nyungsep saat self-learning spirit dan resourcefulness itu lenyap dari raga kita.
Reason # 3 : No Action Talk Only. NATO. Ini nih orang yang terlalu banyak celoteh, so keminter, namun ndak jalan-jalan. Kapan sugihe Le, nek sampeyan ndobos thok. Ndak pernah action.
Saya punya teman yang memiliki karakter NATO ini. Setiap kali ketemu, bicara panjang lebar tentang rencananya, mau melakukan ini, dan itu, serta blah blah lainnya.
Bulan depan ketika ketemu, dia ya masih ngomong hal yang sama. Dan yang keren, hampir semua rencananya itu belum ada yang dijalankan. Ini seperti orang delusional. Senenge ngalamun thok.
Atau ada juga orang yang memang ingin berubah. Semua rencananya dipendam dalam hati (baguslah, orang ini tidak banyak omong).
Namun hasilnya ternyata sama : apa yang dipendam dalam hati itu, terus saja dipendam sampai rambutnya ubanan. Alias no action juga.
Mungkin orang itu malas. Mungkin orang itu suka menunda-nunda. Tunda terus saja sampai sampeyan pensiun mas. Baru setelah pensiun, kaget, lho kok tabunganku ndak cukup untuk hidup. Modyar kon.
Reason # 4 : Low Resiliency. Oke, akhirnya mungkin orang itu sudah mau bergerak. Akhirnya mau take action. Namun sayangnya, kurang gigih. Low level of resiliency. Begitu menghadapi problem, langsung menyerah. Langsung bubar jalan. Atau ngambek.
Padahal puluhan studi tentang perubahan nasib manusia, menulis : elemen paling kunci dalam perjuangan mengubah level penghasilan itu adalah resiliensi, daya juang, keuletan dan kegigihan.
Sebab narasi kesuksesan itu acap ditentukan, oleh sejauh mana kamu bisa terus berjalan saat cobaan demi cobaan datang menghadang. Saat kamu bisa bangun 9 kali, ketika kamu menemui kegagalan 8 kali.
Reason # 5 : PELIT. Elemen terakhir ini simpel, dan berurusan dengan dimensi spiritualitas.
Alasan terakhir ini layak kita sebut, karena bersifat anti-tesa dengan ajaran klasik yang bunyinya seperti ini : The more you give, the more you get. Semakin banyak Anda memberi, Anda justu akan semakin kaya.
Jalan keberkahan mungkin bisa terus terbuka, saat kita tekun memberi (memberi sedekah senyuman, sedekah ilmu, sedekah materi, atau juga sedekah kebaikan yang terus mengalir).
Saat kita punya keikhlasan untuk berbagi kebaikan, mungkin pintu rezeki akan selalu datang dari arah yang tak terduga-duga.
DEMIKIANLAH, lima reason kunci yang layak dikenang kenapa kita stuck dalam jalan hidup yang serba pas-pasan. Lima elemen itu adalah : 1) jiwa yang pesimis 2) learning spirit yang buruk, 3) no action talk only 4) low resiliency dan 5) PELIT.
- See more at: http://strategimanajemen.net/2015/03/09/5-alasan-kenapa-sebagian-besar-orang-penghasilannya-tetap-kecil-hingga-akhir-hayatnya/#sthash.8NPqrjjp.dpuf
Mendapatkan
rezeki barokah yang terus tumbuh mungkin harapan banyak orang. Sebab
jika income kita hanya tumbuh 5% per tahun, kita mungkin tidak akan bisa
menyisihkan uang untuk investasi. Dan itu artinya, kita bisa mengalami
kenestapaan saat kelak kita sudah pensiun dari kerja.
Pada sisi lain, harga tanah dan rumah kian melesat. Tanpa pertumbuhan rezeki yang signifikan, banyak pasangan muda yang tidak akan sanggup beli rumah, dan terkena sindrom MTMM + SM = mangan turu melu morotuo, sampe mati.
Pertanyaannya adalah ini : kenapa sebagian besar orang pertumbuhan penghasilannya stagnan, dan tak kunjung bisa makmur? Kita akan melacaknya di pagi hari ini, sambil ditemani secangkir kopi hangat.
Sejatinya ada sejumlah faktor yang mungkin bisa menjelaskan kenapa sebagian besar tidak bisa kaya hingga akhir hayatnya. Namun disini, kita hanya ingin melacak 5 alasan fundamental yang layak dikenang.
Reason # 1 : Pessimism. Ini soal mindset, soal belief yang bersemayam dalam alam bawah sadar. Sering, tanpa sadar banyak orang yang memiliki kilatan pesimisme dalam hatinya.
Waduh biaya hidup kok makin mahal ya. Hidup kok makin susah ya. Ah, saya pasti tidak mungkin jadi direktur. Saya tidak punya bakat untuk jadi pengusaha sukses. Aduh, jangan-jangan saya tidak akan bisa beli rumah sampai pensiun nanti.
Rentetan “negative self talk” seperti diatas mungkin kadang berkelebat dalam hati. Inilah serangkaian sugesti negatif yang acap membentuk bayang-bayang pesimisme dalam jiwa.
And you know what? Energi negatif seperti itu akan diserap oleh Alam Semesta dan kemudian dibalikkan kepada raga Anda untuk menjadi KENYATAAN.
Disini berlaku prinsip Law Of Attraction : what you think is what you get.
Self talk negatif yang Anda pikirkan, akan mengembang, dan somehow benar-benar bisa menjadi fakta yang terasa begitu pahit.
Reason # 2 : Bad Learning Spirit. Perjalanan panjang untuk mengubah nasib sungguh tak mudah dijalani. Melelahkan, dan butuh “kecerdasan jalanan” (street smart) yang membahana. Dan karena itu, learning spirit mesti terus dikibarkan.
Sayangnya, banyak orang yang tidak “panjang akal”. Banyak orang yang tidak punya resourfulness (punya kemandirian untuk belajar dan mencari solusi hingga tuntas, dan bukan manja, terus bertanya, dan malas mencari solusi secara mandiri). Inginnya terus dibimbing seperti anak SD. Tidak punya inisiatif untuk belajar secara mandiri, dan menemukan solusi yang aplikabel.
Perjalanan mengubah nasib dan level kemakmuran pasti akan nyungsep saat self-learning spirit dan resourcefulness itu lenyap dari raga kita.
Reason # 3 : No Action Talk Only. NATO. Ini nih orang yang terlalu banyak celoteh, so keminter, namun ndak jalan-jalan. Kapan sugihe Le, nek sampeyan ndobos thok. Ndak pernah action.
Saya punya teman yang memiliki karakter NATO ini. Setiap kali ketemu, bicara panjang lebar tentang rencananya, mau melakukan ini, dan itu, serta blah blah lainnya.
Bulan depan ketika ketemu, dia ya masih ngomong hal yang sama. Dan yang keren, hampir semua rencananya itu belum ada yang dijalankan. Ini seperti orang delusional. Senenge ngalamun thok.
Atau ada juga orang yang memang ingin berubah. Semua rencananya dipendam dalam hati (baguslah, orang ini tidak banyak omong).
Namun hasilnya ternyata sama : apa yang dipendam dalam hati itu, terus saja dipendam sampai rambutnya ubanan. Alias no action juga.
Mungkin orang itu malas. Mungkin orang itu suka menunda-nunda. Tunda terus saja sampai sampeyan pensiun mas. Baru setelah pensiun, kaget, lho kok tabunganku ndak cukup untuk hidup. Modyar kon.
Reason # 4 : Low Resiliency. Oke, akhirnya mungkin orang itu sudah mau bergerak. Akhirnya mau take action. Namun sayangnya, kurang gigih. Low level of resiliency. Begitu menghadapi problem, langsung menyerah. Langsung bubar jalan. Atau ngambek.
Padahal puluhan studi tentang perubahan nasib manusia, menulis : elemen paling kunci dalam perjuangan mengubah level penghasilan itu adalah resiliensi, daya juang, keuletan dan kegigihan.
Sebab narasi kesuksesan itu acap ditentukan, oleh sejauh mana kamu bisa terus berjalan saat cobaan demi cobaan datang menghadang. Saat kamu bisa bangun 9 kali, ketika kamu menemui kegagalan 8 kali.
Reason # 5 : PELIT. Elemen terakhir ini simpel, dan berurusan dengan dimensi spiritualitas.
Alasan terakhir ini layak kita sebut, karena bersifat anti-tesa dengan ajaran klasik yang bunyinya seperti ini : The more you give, the more you get. Semakin banyak Anda memberi, Anda justu akan semakin kaya.
Jalan keberkahan mungkin bisa terus terbuka, saat kita tekun memberi (memberi sedekah senyuman, sedekah ilmu, sedekah materi, atau juga sedekah kebaikan yang terus mengalir).
Saat kita punya keikhlasan untuk berbagi kebaikan, mungkin pintu rezeki akan selalu datang dari arah yang tak terduga-duga.
DEMIKIANLAH, lima reason kunci yang layak dikenang kenapa kita stuck dalam jalan hidup yang serba pas-pasan. Lima elemen itu adalah : 1) jiwa yang pesimis 2) learning spirit yang buruk, 3) no action talk only 4) low resiliency dan 5) PELIT.
- See more at: http://strategimanajemen.net/2015/03/09/5-alasan-kenapa-sebagian-besar-orang-penghasilannya-tetap-kecil-hingga-akhir-hayatnya/#sthash.8NPqrjjp.dpuf
Pada sisi lain, harga tanah dan rumah kian melesat. Tanpa pertumbuhan rezeki yang signifikan, banyak pasangan muda yang tidak akan sanggup beli rumah, dan terkena sindrom MTMM + SM = mangan turu melu morotuo, sampe mati.
Pertanyaannya adalah ini : kenapa sebagian besar orang pertumbuhan penghasilannya stagnan, dan tak kunjung bisa makmur? Kita akan melacaknya di pagi hari ini, sambil ditemani secangkir kopi hangat.
Sejatinya ada sejumlah faktor yang mungkin bisa menjelaskan kenapa sebagian besar tidak bisa kaya hingga akhir hayatnya. Namun disini, kita hanya ingin melacak 5 alasan fundamental yang layak dikenang.
Reason # 1 : Pessimism. Ini soal mindset, soal belief yang bersemayam dalam alam bawah sadar. Sering, tanpa sadar banyak orang yang memiliki kilatan pesimisme dalam hatinya.
Waduh biaya hidup kok makin mahal ya. Hidup kok makin susah ya. Ah, saya pasti tidak mungkin jadi direktur. Saya tidak punya bakat untuk jadi pengusaha sukses. Aduh, jangan-jangan saya tidak akan bisa beli rumah sampai pensiun nanti.
Rentetan “negative self talk” seperti diatas mungkin kadang berkelebat dalam hati. Inilah serangkaian sugesti negatif yang acap membentuk bayang-bayang pesimisme dalam jiwa.
And you know what? Energi negatif seperti itu akan diserap oleh Alam Semesta dan kemudian dibalikkan kepada raga Anda untuk menjadi KENYATAAN.
Disini berlaku prinsip Law Of Attraction : what you think is what you get.
Self talk negatif yang Anda pikirkan, akan mengembang, dan somehow benar-benar bisa menjadi fakta yang terasa begitu pahit.
Reason # 2 : Bad Learning Spirit. Perjalanan panjang untuk mengubah nasib sungguh tak mudah dijalani. Melelahkan, dan butuh “kecerdasan jalanan” (street smart) yang membahana. Dan karena itu, learning spirit mesti terus dikibarkan.
Sayangnya, banyak orang yang tidak “panjang akal”. Banyak orang yang tidak punya resourfulness (punya kemandirian untuk belajar dan mencari solusi hingga tuntas, dan bukan manja, terus bertanya, dan malas mencari solusi secara mandiri). Inginnya terus dibimbing seperti anak SD. Tidak punya inisiatif untuk belajar secara mandiri, dan menemukan solusi yang aplikabel.
Perjalanan mengubah nasib dan level kemakmuran pasti akan nyungsep saat self-learning spirit dan resourcefulness itu lenyap dari raga kita.
Reason # 3 : No Action Talk Only. NATO. Ini nih orang yang terlalu banyak celoteh, so keminter, namun ndak jalan-jalan. Kapan sugihe Le, nek sampeyan ndobos thok. Ndak pernah action.
Saya punya teman yang memiliki karakter NATO ini. Setiap kali ketemu, bicara panjang lebar tentang rencananya, mau melakukan ini, dan itu, serta blah blah lainnya.
Bulan depan ketika ketemu, dia ya masih ngomong hal yang sama. Dan yang keren, hampir semua rencananya itu belum ada yang dijalankan. Ini seperti orang delusional. Senenge ngalamun thok.
Atau ada juga orang yang memang ingin berubah. Semua rencananya dipendam dalam hati (baguslah, orang ini tidak banyak omong).
Namun hasilnya ternyata sama : apa yang dipendam dalam hati itu, terus saja dipendam sampai rambutnya ubanan. Alias no action juga.
Mungkin orang itu malas. Mungkin orang itu suka menunda-nunda. Tunda terus saja sampai sampeyan pensiun mas. Baru setelah pensiun, kaget, lho kok tabunganku ndak cukup untuk hidup. Modyar kon.
Reason # 4 : Low Resiliency. Oke, akhirnya mungkin orang itu sudah mau bergerak. Akhirnya mau take action. Namun sayangnya, kurang gigih. Low level of resiliency. Begitu menghadapi problem, langsung menyerah. Langsung bubar jalan. Atau ngambek.
Padahal puluhan studi tentang perubahan nasib manusia, menulis : elemen paling kunci dalam perjuangan mengubah level penghasilan itu adalah resiliensi, daya juang, keuletan dan kegigihan.
Sebab narasi kesuksesan itu acap ditentukan, oleh sejauh mana kamu bisa terus berjalan saat cobaan demi cobaan datang menghadang. Saat kamu bisa bangun 9 kali, ketika kamu menemui kegagalan 8 kali.
Reason # 5 : PELIT. Elemen terakhir ini simpel, dan berurusan dengan dimensi spiritualitas.
Alasan terakhir ini layak kita sebut, karena bersifat anti-tesa dengan ajaran klasik yang bunyinya seperti ini : The more you give, the more you get. Semakin banyak Anda memberi, Anda justu akan semakin kaya.
Jalan keberkahan mungkin bisa terus terbuka, saat kita tekun memberi (memberi sedekah senyuman, sedekah ilmu, sedekah materi, atau juga sedekah kebaikan yang terus mengalir).
Saat kita punya keikhlasan untuk berbagi kebaikan, mungkin pintu rezeki akan selalu datang dari arah yang tak terduga-duga.
DEMIKIANLAH, lima reason kunci yang layak dikenang kenapa kita stuck dalam jalan hidup yang serba pas-pasan. Lima elemen itu adalah : 1) jiwa yang pesimis 2) learning spirit yang buruk, 3) no action talk only 4) low resiliency dan 5) PELIT.
- See more at: http://strategimanajemen.net/2015/03/09/5-alasan-kenapa-sebagian-besar-orang-penghasilannya-tetap-kecil-hingga-akhir-hayatnya/#sthash.8NPqrjjp.dpuf
No comments:
Post a Comment