4 bulan berada di kota motropolitan penulis rasa masih belum cukup untuk
mengenal lebih dalam ke hiruk-pihukan dan kesesakan manusia. Akan tetapi, dangkalnya waktu penulis berada di kota ini telah menampung
beberapa yang penulis
ingin sampaikan ditulisan ini.
“Manusia merupakan makhluk
sosial”, ini merupakan sebuah kalimat yang tidak asing lagi bagi kita. Anda
mungkin pernah membaca di sebuah surat kabar, buku, artikel atau mendengar
langsung di televisi dan radio, atau mungkin anda baru pertama kali membacanya
lewat tulisan ini. Yaa!!
Manusia membutuhkan orang lain untuk menyambung hidupnya. Oleh karena itu, semua tindakan kita memerlukan dukungan. Lalu bagaimana cara mendapatkan dukungan dari orang lain? Misalnya Ibu shinta dan Istri Gusdur, beliau-beliau adalah orang-orang yang sangat disegani oleh orang-orang disekelilingnya, sehingga tidak sedikit orang-orang disekelilingnya yang mendukung setiap tindakan yang dilakukan. Hal tersebut karena sifat beliau yang selalu memikirkan kepentingan orang banyak. Itu adalah salah satu bentuk hidup sosial. Namun, pada kenyataannya orang yang mementingkan orang banyak dapat di hitung dengan jari saja, sehingga untuk memperoleh dukungan perlu sogokan dengan iming-iming what’is for me?. Inilah jalan akhirnya yaitu dengan sogokan. (Bukan selokan :D)
Manusia membutuhkan orang lain untuk menyambung hidupnya. Oleh karena itu, semua tindakan kita memerlukan dukungan. Lalu bagaimana cara mendapatkan dukungan dari orang lain? Misalnya Ibu shinta dan Istri Gusdur, beliau-beliau adalah orang-orang yang sangat disegani oleh orang-orang disekelilingnya, sehingga tidak sedikit orang-orang disekelilingnya yang mendukung setiap tindakan yang dilakukan. Hal tersebut karena sifat beliau yang selalu memikirkan kepentingan orang banyak. Itu adalah salah satu bentuk hidup sosial. Namun, pada kenyataannya orang yang mementingkan orang banyak dapat di hitung dengan jari saja, sehingga untuk memperoleh dukungan perlu sogokan dengan iming-iming what’is for me?. Inilah jalan akhirnya yaitu dengan sogokan. (Bukan selokan :D)
Salah
satu berita terburuk
yang kita terima adalah tidak ada
orang yang perduli
terhadap masalah kita, tidak ada orang yang mau menolong kita, bukankah begitu?
Pada jaman ini,
merupakan hal yang lumrah dengan yang
namanya
sogokan.
Kita akan terasa aneh ketika menghindari sogokan,
ini artinya sogokan sudah mendarah daging di
negara tercinta kita ini. Lalu apa yang terjadi selanjutnya? Berimbas
kepada masa depan, kepada kelas bawah atau kaum plotariat, kepada ideologi dan
penguasaan secara individu,
dan masih banyak lagi. Dari sini kita dapat menggaris-bawahi, bahwa
sosial yang diciptakan oleh manusia seharunya tidak seperti sekarang ini, di mana
pergolakan terjadi; kecurangan dengan cara licik karena adanya pertentangan
kepentingan antara kedua belah pihak. Penulis akan mencontohkan pemilihan pimpinan. Jika
sistem yang salah tersebut diterapkan,
maka penekanan kepada bawahan tidak dapat dipungkiri meski negara kita adalah
negara demokratis. Namun, orang-orang pilihan yang dipilih dari penyogokan
sudah
mempunyai strategi jitu yang sudah terkonsep cantik dan sangat begitu rapi.
Banyak sekali kaum plotariat yang telah menjadi korban. Seperti hasil upah yang
diberikan pada kaum plotariat,
contoh buruh. Upah
yang mereka terima tidak sebanding dengan
apa yang diberikan buruh. Jika saja kaum borjuis tidak memberikan penekanan
mekanisme alienasi untuk income perusahaan dan memperdulikan upah setara dan
keselamatan dalam bekerja, maka akan jadi lebih baik, sehingga tembok
pertentangan bisa roboh dan mereka saling berjabat tangan menebar senyum
solidaritas.
Di dalam tulisan ini, penulis tidak akan membela
salah satu pihak, namun hanya saja saja miris ketika sebuah team saling
mengambil keuntungan antar individu. Akan
jadi lebih baik jika kita berfikir sebuah cara dan solusi yang
tidak merugikan antar pihak, bahkan
menguntungkan semuanya. Karena setiap provesi atau tugas entah itu kaun borjuis
atau kaum plotariat masing-masing mempunyai peranan penting yang saling
berkaitan dan keuntungan timbal balik dalam mencapai tujuan. Jika saja semua
saling menghargai antar usaha dan mau mancari solusi bersama-sama pasti akan
mempunyai pikiran,
bahwa kaum plotariat dan kaum buruh mempunyai peranan penting.
Bilamana kaum itu sendiri di didik bukan hanya sengaja dicipta untuk bermental
konsumtif,
maka kaum buruh tersebut
mempunyai kemampuan lebih dalam menjalankan tugas dan peranannya. Tapi, hanya gara-gara sosok
pemimpin yang salah, semua itu berbalik 180 % . Sungguhlah amat miris kesalahan
klasik yang telah menjadi budaya dan suatu hal yang lumrah.
Solusinya bagaimana? jangan
pernah lari dari hati nurani! Jangan biarkan hati nurani kita meninggalakan mu,
ya kecuali ia punya kaki dan melangkah pergi.
Salam MD....! We are the leader.
Penulis: Wildatul Aluf (Mahasiswa Manajemen Dakwah angkatan 2015)
Editor: Admin :D
Kebebasan berfikir, siapa saja boleh mengungkapkan pendapatnya. karya" penerus bangsa harus dikembangkan .. Good job buat HMP-Manajemen Dakwah :D
ReplyDeleteHehehe tulisan ini adalah karya mahasiswa manajemen dakwah angkatan 2015. penerus generasi bangsa. :D
ReplyDeleteKarena tulisan akan tetap terkenang sepanjang masa 👍
ReplyDelete